MAKALAH
FASAKH
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mandiri
Pada Mata Kuliah Fiqh Munakahat II
DI SUSUN OLEH :
Erni Mei Yuni
NPM.
Dosen : Dul Manan, S.Ag
JURUSAN SYARI’AH
ROGRAM STUDI SI AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM (STAI) MA’ARIF
METRO-LAMPUNG
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pernikahan merupakan suatu tujuan awal untuk
membangun rumah tangga. Setiap manusia selalu menginginkan kebahagiaan dan
berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Tetapi kebahagiaan itu
tidak dapat dicapai dengan mudah tanpa mematuhi peraturan-peraturan yang telah
digariskan agama.
Setiap suami istri mempunyai hak dan kewajiban
yang harus dipenuhi satu sama lain, agar tidak terjadinya kehancuran dalam
rumah tangga. Perkara hak dan kewajiban ini, sungguh banyak menimbulkan masalah
ditengah-tengah rumah tangga
Peristiwa-peristiwa ini menimbulkan
pengaduan-pengaduan istri kepada pengadilan agama untuk menyelesaikan
perkaranya. Tegasnya tidak jarang pula yang meminta supaya perkawinannya
diputuskan lewat jalan fasakh. Fasakh merupakan salah satu macam perceraian
yang dibolehkan dalam syariat islam, tetapi apakah boleh atau tidak menurut
hukum islam hakim memutuskan perkawinannya yang disebabkan alasan seperti
diatas tadi dengan jalan fasakh?
1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud dengan fasakh ?
b. Bagaimana pelaksanaan fasakh?
c. Bagaimanakah akibat hukum dari fasakh?
1.3 Tujuan makalah
a. Mengetahui pengertian fasakh
b. Mengetahui pelaksanaan fasakh
c. Dan mengetahui akibat hukum dari fasakh
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fasakh
Fasakh
menurut bahasa ialah seperti yang dikemukakan oleh Al-Abu Luwis Ma’lufi:“Fasakh adalah perusakan pekerjaan atau
akad”Menurut istilah syar’i Fasakh berarti: “Fasakh akad (perkawinan ) adalah membatalkan
akad perkawinan dan memutuskan tali perhubungan yang mengikat antara suami
istri”.
Fasakh artinya putus atau batal. Yang dimaksud
memfasakh akad nikah adalah memutuskan atau membatalkan ikatan hubungan antara
suami dan istri. Fasakh bisa terjadi karena tidak terpenuhinya syarat-syarat
ketika berlangsung akad nikah, atau karena hal-hal lain yang datang kemudian
dan membatalkan kelangsungannya perkawinan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia fasakh
adalah Hak pembatalan ikatan pernikahan oleh pengadilan agama berdasarkan
dakwaan (tuntutan) istri atau suami yg dapat dibenarkan oleh pengadilan agama,
atau karena pernikahan yang telah terlanjur menyalahi hukum pernikahan.
Dalam pengertian lain Fasakh berarti mencabut
atau menghapus. Maksudnya ialah perceraian yang disebabkan oleh timbulnya
hal-hal yang dianggap berat oleh keduanya sehingga mereka tidak sanggup untuk
melaksanakan kehidupan suami istri dalam mencapai tujuannya. Dalam pokok dari
hukum fasakh adalah seorang atau kedua suami istri merasa dirugikan oleh pihak
yang lain dalam perkawinannya karena ia tidak memperoleh hak-hak yang
ditentukan oleh syara’.
Dari tinjauan syari’at dan hikmahnya dapatlah
kita cabut bahwa fasakh itu adalAh peluang atau jalan dan kesempatan bagi istri
untuk memperoleh perceraian dari suaminya dengan jalan hukum. Dengan jalan
demikian istri itu dapat memperoleh kebebasan untuk merubah penghidupannya dan
memikirkan penderitaannya sendiri. Jadi fasakh itu bagi kaum wanita boleh
dianggap sebagai imbalan yang ada ditangan laki-laki. Dan dengan demikian
barulah syari’at islam benar-benar menciptakan keadilan dan persamaan.
Fasakh bisa terjadi karena tidak terpenuhi
syarat-syarat ketika berlangsung akad nikah, atau karena hal-hal lain yang
datang kemudian dan membatalkan kelangsungan perkawinan.
a. Fasakh karena syarat-syarat yang tidak
terpenuhi ketika akad nikah
1) Setelah akad nikah, ternyata diketahui bahwa istri merupakan saudara sepupu
atau saudara sesusuan pihak suami.
2) Suami istri masih kecil, dan diadakannya akad nikah oleh selain ayahnya.
Kemudian setelah dewasa ia berhak meneruskan ikatan perkawinannya dahulu atau
mengakhirinya. Khiyar ini dinamakan khiyar baligh. Jika yang dipilih mengakhiri
ikatan suami istri, maka hal ini disebut fasakh baligh.
b. Fasakh yang datang setelah akad
1) Bila salah seorang suami istri murtad dan tidak mau kembali sama sekali,
maka akadnya batal (fasakh) karna kemurtadan yang terjadi belakangan.
2) Jika suami yang tadinya masuk islam, tetapi istri masih tetap dalam
kekafiran yaitu tetap menjadi musyrik, maka akadnya batal (fasakh). Lain halnya
kalau istri orang ahli kitab, maka akadnya tetap sah seperti semula. Sebab
perkawinannya dengan ahli kitab dari semulanya dipandang sah.
Dalam hal ini dapat diuraikan alasan-alasan
yang dapat diajukan salah satu pihak suami maupun istri dalam menuntut fasakh
kepada hakim. Diantaranya yang dapat menyebabkan terjadinya fasakh terhadap
suami maupun istri yaitu:
a. Cacad atau penyakit
Yang di maksud dengan cacad ialah cacad
jasmani dan cacad rohani yang tidak dapat dihilangkan atau dapat dihilangkan
tapi dalam waktu yang lama. Macam-macam penyakit yang dapat menyebabkan
terjadinya fasakh dintaranya:
1) Karena ada balak
(belang kulit)
2) Karena gila
3) Karena penyakit
kusta
4) Karena adanya
penyakit menular (AIDS, SARS, Sipilis, TBC, dll)
5) Karena ada daging
tumbuh pada kemaluan perempuan yang menghambat maksud perkawinan (bersetubuh)
6) Karena ’Anah (Zakar
laki-laki impoten, tidak hidup untuk jima’). Misalnya cacad atau penyakit pada
seorang suami sebagaimana dijelaskan oleh Al-Kaasaani Al-Hanafi bahwa:
Para ahli fikih berbeda pendapat tentang
menjadikan cacad sebagai alasan untuk memfasakh perkawinan, Imam Ibnu Hazm
berpendapat tidak membolehkan cacad sebagai alasan untuk memfasakh perkawinan,
sedang kebanyakan ahli fikih membolehkan untuk menjadikan cacad sebagai alasan
untuk bercerai, tetapi mereka berbeda pendapat tentang macam-macam cacad yang
dapat dijadikan alasan itu.
Sahabat Ali bin Abi Thalib dan Umar bin
Khattab menetapkan empat macam penyakit yang dapat dijadikan alasan untuk
memfasakh perkawinan, yaitu lemah syahwat, gila, penyakit menular dan penyakit
sopak. Demikian pula halnya Imam Hanafi, Imam Syafi’i dan Imam Maliki
menyebutkan pula beberapa macam cacad itu yang dapat dijadikan alasan untuk
fasakh.
b. Suami tidak sanggup memberi nafkah
Pernikahan antara sumi dan istri menimbulkan
hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pihak yang satu terhadap pihak yang lain.
Diantara kewajiban itu termasuk kewajiban suami memberi nafkah terhadap
istrinya. Suami yang berkewajiban memberi nafkah itu adakalanya dia seorang
yang mampu dan adakalanya dia seorang yang tidak mampu. Dalam hal suami yang
tidak mampu memberi nafkah ini, Ibnu Ahmad Addardiri menerangkan bahwa:
Istri
mempunyai hak fasakh jika suami tidak mampu memberi nafkah…jika istri tidak
mengetahui ketika akad tentang kemiskinan suaminya itu”.
Dalam hal ini sudah nyata suami tidak
menunaikan sebagian kewajibannya terhadap istrinya, pada waktu istri tidak rela
dan tidak sabar menghadapinya, maka pihak istri boleh mengajukan gugatan untuk
minta fasakh terhadap suaminya kepengadilan.
c. Suami melakukan kekejaman
Apabila terjadi suami melakukan kekejaman atau
penganiayaan kepada istrinya, sudah jelas bahwa tujuan perkawinan mereka tidak
tercapai, dan rumah tangganya tidak akan aman sehingga hilanglah rasa kasih
mengasihi, hormat-menghormati, seperti yang dianjurkan Allah SWT. Dalam arti
kata mereka tidak sanggup menegakan hukum-hukum Allah yang berhubungan dengan
kehidupan suami istri.
d. Suami meninggalkan tempat kediaman bersama
Apabila suami pergi dari tempat kediaman
bersama, tidak diketahui kemana perginya, dan tidak diketahui hidup atau
matinya, dalam hal ini istri boleh mengadukan halnya kepada hakim. Ini diatur
dalam peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 pasal 19 huruf B yaitu: Salah satu
pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak
lain dan tanpa alasan yang shah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
e.Suami dihukum penjara
Diantara hak yang iberikan kepada istri untuk
diminta cerai adalah apabila suami menjalani hukum penjara. Dalam hal ini
peraturan pemerintah republik Indonesia No. 9 tahun 1975 pasal 19 huruf C
berbunyi: salah satu pihak mendapat dukungan yang lebih berat setelah
perkawinan berlangsung. Pasal ini menerangkan bahwa hukuman penjara dapat
dijadikan alasan untuk meminta cerai.
Suami dihukum penjara dapat dijadikan alasan
untuk minta fasakh ini, sebagian ulama mengemukakan alasannya: menurut malik
dan ahmad menceraikan (pernikahan) karna suami dihukum penjara adalah sebab suami
dihukum itu menimbulkan penderitaan bagi istri, karna terpisahnya antara suami
dan istri.
2.2 Pelaksanaan Fasakh
Apabila terdapat hal-hal atau kondisi penyebab
fasakh itu jelas, dan dibenarkan syara’, maka untuk menetapkan fasakh tidak
diperlukan putusan pengadilan. Misalnya, terbukti bahwa suami istri masih
saudara kandung, saudara susuan, dan sebagainya.
Akan tetapi, bila terjadi hal-hal seperti
berikut, maka pelaksanaannya adalah:
1. Jika suami tidak memberi nafkah bukan karena kemiskinannya sedang hakim
telah pula memaksa dia untuk itu. Dalam hal ini hendaklah diadukan terlebih
dahulu kepada pihak yang berwenang, seperti qadhi nikah di pengadilan agama
supaya yang berwenang dapat menyelesaikannya sebagaimana mestinya, sebagaimana
dijelaskan dalam suatu riwayat berikut:
Dari Umar R.A. bahwa ia pernah mengirim surat
kepada pembesar-pembesar tentara tentang laki-laki yang telah jauh dari
istri-istri mereka supaya pemimpin-pemimpin itu menangkap mereka, agar mereka
mengirimkan nafkah atau menceraikan istrinya. Jika mereka telah menceraikannya
hendaklah mereka kirim semua nafkah yang telah mereka tahan.
2. Setelah hakim memberi janji kepada suami sekurang-kurangnya tiga hari mulai
dari istri itu mengadu. Jika masa perjanjian itu telah habis, sedangkan sisuami
tidak juga dapat menyelesaikannya, barulah si hakim memfasakhkan nikahnya. Atau
dia sendiri yang memfasakhkan di muka hakim setelah diizinkan olehnya.
Rasulullah SAW bersabda:
Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah Saw. Bersabda
tentang laki-laki yang tidak memperoleh apa yang akan dinafkahkannya kepada
istrinya, bolehlah keduanya bercerai. (HR. Darul Quthni dan Baihaqi ).
Di Indonesia, masalah pembatalan perkawinan
diatur dalam kompilasi hukum islam (KHI) sebagai berikut:
1. Seorang suami dan istri
dapat mengajukan permohonan pembatalan pernikahan apabila pernikahan
dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum.
2. Seorang suami dan
istri dapat mengajukan permohonan pembatalan pernikahan apabila pada waktu
berlangsungnya pernikahan penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau
istri.
3. Apabila ancaman
telah berhenti, atau bersalah sanka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu enam bulan
setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isti, dan tidak mengajukan haknya
untuk mengajukan permohonan pembatalan maka haknya gugur.
2.3 Akibat Hukum Fasakh
Pisahnya suami istri akibat fasakh berbeda
dengan yang diakibatkan olehkan oleh talaq. Sebab talaq ada talaq ba’in dan
talaq raj’i. Talaq raj’i tidak mengakhiri ikatan suami istri dengan seketika
sedang talaq ba’in mengakhirinya seketika itu juga. Adapun fasakh, baik karena
hal-hal yang datang belakangan ataupun karena adanya syarat-syarat yang tidak
terpenuhi, maka ia mengakhiri ikatan pernikahan seketika itu.
Selain itu, pisahnya suami istri yang
diakibatkan talaq dapat mengurangi bilangan talaq itu sendiri. Jika suami
menalaq istrinya dengan talaq raj’i, kemudian kembali pada masa iddahnya atau
akad lagi setelah habis masa iddahnya dengan akad baru, maka perbuatannya
terhitung satu talaq, yang ia masih ada dua kali kesempatan dua talaq lagi.
Sedangkan pisahnya suami istri karena fasakh, hal ini tidak berarti mengurangi
bilangan talaq, meskipun terjadinya fasakh karena khiyar baligh, kemudian kedua
suami istri tersebut menikah dengan akad baru lagi, maka suami tetap mempunyai
kesempatan tiga kali talaq.
Ahli fiqh golongan Hanafi membuat rumusan umum
untuk membedakan pengertian pisahnya suami istri. Sebab talaq dan sebab fasakh
mereka berkata karena, ”Pisahnya suami istri karena suami, dan sama sekali
tidak ada pengaruh istri disebut talaq”. Dan setiap perpisahan suami istri
karena istri, bukan karena suami dan sama sekali tidak ada pengaruh istri
disebut talaq. Dan setiap perpisahan suami istri karena istri, bukan karena
suami, atau karena suami tetap dengan pengaruh dari istri disebut fasakh.
Mengenai masalah fasakh, terdapat perbedaan
pendapat dikalangan ulama. Imam Syafi’i berkata ” harus menungu selama tiga
hari ”. Sedang Imam Maliki mengatakan, ”harus menunggu selama satu bulan”. Dan Imam
Hambali mengaakan, ”harus menunggu selama satu tahun. Semua itu maksudnya
adalah selama masa tersebut laki-laki boleh mengambil keputusan akan bercerai
atau memberikan nafkah bila istri tidak rela lagi kalau si istri mau menunggu,
dan ia rela rela dengan ada belanja dari suaminya, maka tidak perlu difasakhkan
sebab nafkah itu adalah hakya.
Bunyi lafadz itu umpamanya: Aku fasakhkan
nikahnya dari suamimu yang bernama:......bin...... pada hari ini. Kalau fasakh
itu dilakukan oleh istri sendiri dimuka hakim, maka ia berkata: ”Aku fasakhkan
nikahku dari suamiku yng bernama:.....bin..... pada hari ini.” Kalau suami
hendak kembali kepadanya maka harus menikah lagi dengan akad yang baru. Sedang
iddahnya sebagai iddah talaq biasa.
2.4 Hikmah Fasakh
a. Mengelakkan isteri dianiayai dan disiksa oleh suami.
b. Menunjukkan keadilan Allah kepada hambanya. Jika suami diberikan talak,
isteri diberikan fasakh.
c. Memberi peluang isteri berpisah dari suaminya dan memulai hidup baru.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari berbagai pengertian diatas, Fasakh dapat
diartikan batal, putus, dalam suatu ikatan pernikahan antara suami dan istri.
Batalnya pernikahan tersebut dapat disebabkan oleh salah satu dari keduanya,
dari suami maupun istri.
Hal-hal yang dapat menyebabkan batalnya
pernikahan, diantaranya yaitu:
1) Adanya cacad atau
penyakit yang tidak dapat disembuhkan, seperti AIDS, SARS, TBC, Sipilis, gila
dll.
2) Bila sisuami tidak
mampu menafkahi isterinya.
3) Bila sisuami di
penjara
4) Bila sisuami pergi
dari rumah selama bertahun-tahun
5) Bila sisuami atau isteri berzina
6) Bila sisuami tidak
mampu melaksanakan kewajibannya dalam bersetubuh (impoten)
7) Bila salah seorang
dari suami istri masuk Islam
8) Bila salah seorang dari suami isteri Murtad
(keluar agama Islam)
Apabila terdapat hal-hal atau kondisi penyebab
fasakh itu jelas, dan dibenarkan syara’, maka untuk menetapkan fasakh tidak
diperlukan putusan pengadilan. Misalnya, terbukti bahwa suami istri masih
saudara kandung, saudara susuan, dan sebagainya.
Akan tetapi, bila terjadi hal-hal seperti berikut, maka pelaksanaannya adalah:
Akan tetapi, bila terjadi hal-hal seperti berikut, maka pelaksanaannya adalah:
1) Jika suami tidak
memberi nafkah bukan karena kemiskinannya sedang hakim telah memaksa untuk hal
itu. Dalam hal ini hendaklah diadukan terlebih
dahulu kepada pihak yang berwenang, seperti qadhi nikah di pengadilan agama
supaya yang berwenang dapat menyelesaikannya
2) Setelah hakim
memberi janji kepada suami sekurang-kurangnya tiga hari mulai dari istri itu
mengadu. Jika masa perjanjian itu telah habis, sedangkan sisuami tidak juga
dapat menyelesaikannya, barulah si hakim memfasakhkan nikahnya
Yang diakibatkan oleh Fasakh itu berbeda
dengan yang diakibatkan oleh Talaq . pada fasakh jika ada syarat-syarat yang
tidak terpenuhi , maka ia mengakhiri pernikahan pada saat itu juga. Sedangkan
pad Talaq Raj’i tidak mengakhiri ikatan pernikahan pada saat itu. Dan pada
Talaq Ba’in mengakhirinya seketika itu juga
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Slamet dan Aminuddin. Fiqh Munakahat. Pustaka Setia.
Bandungو 1999
Firdaweri. Hukum Islam tentang Fasakh Perkawinan. 1989. Jakarta: CV
Pedoman Ilmu Jaya.
Ghazaly, Abdur Ranman. Fiqh Munakahat. 2003. Bogr: Kencana
Muchtar, Kamal. Asas-asas Hukum tentang Perkawinan. 1974 Jakarta:
Bulan Bintang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar