Senin, 29 April 2013

Hakamain



MAKALAH

HAKAMAIN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mandiri
Pada Mata Kuliah Fiqh Munakahat II


DI SUSUN OLEH :
Ali Murtadho
NPM. 10110002
Dosen : Dul Manan, S.Ag
JURUSAN SYARI’AH
ROGRAM STUDI SI AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH





SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) MA’ARIF
METRO-LAMPUNG
TAHUN 2013


KATA PENGANTAR



اَلسًًَلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ االلهِ وَبَرَكَا تُهُ

Segala puji syukur yang kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan hidayah untuk berfikir sehingga dapat melaksanakan tugas untuk pembuatan makalah dalam upaya untuk memenuhi syarat dalam Mata Kuliah Fiqh Munakahat II.

Dalam penulisan makalah ini penulis bermaksud untuk memenuhi tugas yang diberikan Dosen. Dan dalam penulisan ini kami tulis dalam bentuk sederhana sekali, mengingat keterbatasan yang ada pada diri penulis sehingga yang ditulis masih jauh dari sempurna.

Atas jasanya semoga Allah SWT memberikan imbalan dan tertulisnya makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, dan kami minta ma’af sebelumnya kepada Dosen apabila ini masih belum mencapai sempurna. Oleh karenanya kami sangat berharap atas kritik dan saran-sarannya yang sifatnya membangun tentunya.


وَالسًَلاَمُ عَاَيْكُمْ وَرَحْمَةُ االلهِ وَبَرَكَاتُهُ

Metro , April 2013
                                                                                                 Ttd



                                                                                                Penulis

DAFTAR ISI




Halaman Judul                                                                                                  i
Kata Pengantar                                                                                                 ii
Daftar Isi                                                                                                         iii
BAB I PENDAHULUAN                                                                              4
BAB II PEMBAHASAN                                                                                5
  1. Arti Hakamain                                                                                      5
  2. Fungsi Dan Tugas Hakamain                                                               7
BAB III KESIMPULAN                                                                                8
DAFTAR PUSTAKA                                                                                      9

                                                                                                                         



BAB I

PENDAHULUAN



A.Latar Belakang

            Di dalam kehidupan sehari-hari tentunya tidak luput dari persoalan masalah yang berkenaan dengan masalah hukum. Baik itu mengenai masalah muamalat maupun kehidupan berumah tangga. Banyak orang yang melakukan tindak kekerasan yang mengakibatkan hilangnya keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu diperlukanlah seorang hakim guna menyelesaikan masalah dari orang-orang yang bertikai.
            Dalam kehidupan berumah tangga tentulah tidak selamanya baik-baik saja. Pasti ada masalah dan bisa menimbulkan terjadinya keretakan dalam berumah tangga yang mengakibatkan terjadinya perceraian. Apabila tingkat permasalahannya sudah berujung ke perceraian, maka ada baiknya mengirim seorang hakam dari masing-masing pihak suami dan isteri yang bersengketa tersebut.
            Seorang hakam haruslah orang yang benar-benar dapat dipercaya oleh kedua pihak suami isteri. Dan juga berlaku adil dan diharapkan bisa mendamaikannya kembali. Namun apabila sudah tidak bisa didamaikan, maka tugas seorang hakamain bisa memutuskan perkara dengan melihat kondisi dan situasinya.
 
BAB II

PEMBAHASAN


1. Arti Hakamain Dan Tugasnya
            A. Pengertian Hakamin
            Menurut bahasa, hakamain berarti dua orang hakam, yaitu seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak isteri untuk menyelesaikan kasus syiqaq. Arti hakam yang tersebut pada ayat 35 surat An-Nisa’ disebutkan :

Artinya :
"Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam[293] dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal"
                Dari arti hakam pada ayat di atas terdapat perbedaan di kalangan ahli fiqih:
a.       Menurut pendapat Imam Abu Hanifah, sebagian pengikut Imam Hambali, dan dari pengikut Imam Syafi’I “hakam” itu berarti wakil, sama halnya dengan wakil, maka hakam tidak boleh menjatuhkan talak kepada pihak istri sebelum mendapat persetujuan dari pihak suami. Begitu pula hakam dari pihak isteri tidak boleh mengadakan khuluk sebelum mendapat persetujuan dari istri.
b.      Menurut Imam Malik, sebagian lain pengikut Imam Hambali dan sebagian pengikut Imam Syafi’i. Hakam itu sebagai hakim, sebagai hakim maka hakam boleh memberi keputusan sesuai dengan pendapat keduanya tentang hubungan suami isteri yang sedang berselisih itu, apakah ia akan memberi keputusan perceraian atau ia akan memerintahkan agar suami isteri itu berrdamai kembali.
Menurut suatu riwayat dari Imam Syafi'I, 'Pernah datang pasangan suami istri (pasutri) kepada Ali r.a. dan beserta mereka ada beberapa orang lainnya. Ali menyuruh mereka untuk megutus seorang hakim. Kemudian berkata kepada keduanya, "Kamu tentu tahu, apa yang wajib kamu lakukan. Apabila kamu berpendapat bahwa kamu dapat mendamaikan mereka, cobalah lakukan. Dan jika kamu berpendapat bahwa keduanya lebih baik bercerai, perbuatlah."
Perempuan itu berkata,"Aku suka berhukum dengan kitab (hukum) Allah, dengan sesuatu yang dipikulkan atas diriku (cerai atau tidak cerai aku terima)". Berkata pula suami itu,"Adapun soal perceraian aku tidak mau." Ali berkata, "Engkau dusta, demi Allah hingga engkau mengakui seperti apa yang diakui oleh istrimu.
Menyimak keterangan di atas, nyatalah bahwa hak perdamaian terletak di tangan hakim itu untuk bercerai ataupun tidak. Kedua suami istri harus menerima keputusannya. Sedapat mungkin hakim itu ialah ahli yang lebih akrab dan banyak mengetahui perhubungan keduanya. Kalau tidak ada, boleh juga ahli yang agak berjauhan sedikit asal mereka dapat dipercaya.


B. Fungsi Dan Tugas Hakamain
Peranan hakam sebagai mediator (pemberi saran) dalam penyelesaian sengketa perceraian atas dasar syiqaq, sangatlah bermanfaat dan berarti dalam memberi masukan pada hakim guna ikut menyelesaikan perselisihan yang terjadi. Kewenangan hakam selaku mediator dalam penyelesaian sengketa perceraian hanya sebatas memberi usulan pendapat dalam pertimbangan dari hasil yang telah dilakukan kepada hakim. Dan Undang-Undang tidak memberikan kewenangan kepadanya untuk menjatuhkan putusan.
Menurut arti dari surat An-Nisa’ di atas, jika terjadi kasus antara suami isteri, maka diutus seorang hakam dari pihak suami dan pihak isteri yang berfungsi mengadakan penelitian dan penyelidikan tentang sebab musabab terjadi syiqaq yang dimaksud. Serta berusaha mendamaikannya atau mengambil prakarsa putusnya perkawinan kalau sekiranya jalan inilah yang terbaik.
Terhadap kasus syiqaq ini, hakam bertugas menyelidiki dan mencari hakekat permasalahannya, sebab-sebab timbulnya persengketaan dan berusaha sekuat mungkin untuk mendamaikan kembali. Agar suami isteri kembali hidup bersama dengan sebaik-baiknya. Kemudian jika dalam perdamaian itu tidak mungkin ditempuh, maka kedua hakam berhak mengambil inisiatif untuk menceraikannya, kemudian atas dasar prakarsa hakam ini maka hakim dengan keputusannya menetapkan perceraian tersebut. Hakamain (kedua hakam) itu boleh memutuskan perpisahan antara suami isteri tanpa suami menjatuhkan talak.
Hadits Nabi yang diriwyatkan oelh Ali Bin Thali r.a :..
اِلَيْهِمَا ا لتَّفْرِ قَةُ بَيْنَ الزَّ وْ جَيْنِ وَلْجَمْعُ
Artinya :”Kepada kedua juru damai itu hak memisahkan dan mengumpulkan kedua suami isteri” [2])
            Adapun Imam Syafi’I dan Abu Hanifah beralasan bahwa pada dasarnya talak itu tidak berada di tangan siapapun, kecuali suami atau orang yang diberi kuasa olehnya. Sehubungan dengan hal tersebut, para pengikut Imam Malik berb eda pendapat dalam hal apabila kedua juru damai itu menjatuhkan talak tiga.
            Syarat-syarat hakamain
  1. Berlaku adil antara pihak yang berperkara
  2. Mengadakan perdamaian antara kedua suami isteri dengan ikhlas
  3. Disegani oleh kedua pihak suami atau isteri
  4. Hendaklah berpihak kepada yang teraniaya, apabila pihak yang lain tidak mau berdamai

 BAB III

KESIMPULAN

Ada beberapa kata kunci yang bisa kita petik dari makalah ini untuk memahami Nusyuz, Syiqaq, dan fungsi hakamain dalam penyelesaian masalah :
1.Nusyuz berarti durhaka, maksudnya seorang isteri melakukan perbuatan yang menentang suami tanpa alasan yang dapat diterima oleh syara’. Ia tidak menaati suaminya,atau menolak diajak ke tempat tidurnya.
Ketika istri sedang durhaka (nusyuz), maka ada beberapa langkah yang boleh dilakukan suami terhadap istri yakni mulai dari menasehati, tidak memberi nafkah, pisah ranjang, hingga suami diperbolehkan memukul istri namun dengan pukulan yang tidak melukai dan dengan niatan memberikan pelajaran.
2.Syiqaq berarti perselisihan. Menurut istilah fiqih berarti perselisihan suami istri yang diselesaikan dua orang hakam, yaitu seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak istri.
Ketika permasalahan yang dihadapi suami istri masih menemukan jalan buntu, maka perlu dihadirkan dua orang dari pihak suami maupun istri yang disebut hakamain. Bisa jadi kedua orang tersebut dari kalangan keluarga mereka dan boleh juga memang hakim yang diberikan wewenang pemerintah untuk bertugas sebagai penengah perkara yang tengah dihadapai oleh suami maupun istri, sebagaimana ada beberapa pendapat tentang arti hakamain dalam surat al-Nisa’ ayat 35 yang telah dijelaskan pada paragraph di atas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Qur’an dan Terjemahannya.Mekar Surabaya.2004
2. Drs.Slamet Abidin-Drs.H.Aminuddin.Fiqh Munakahat.Pustaka Setia.Bandung.1999
3. Hadits-Hadits Pilihan Bukhari Muslim.Jakarta.1990
4. Http://Pojok hukum.blogspot.com/2008/12/mediasi-dalam-penyelesaian-sengketa.html/


           






[1] Al-qur’an Dan Terjemahannya.Departemen Agama Ri.Jakarta.2002
[2] Hadits-Hadit PIlihan Bukhari Muslim.Jakarta.1990

Rabu, 10 April 2013

Fasakh



MAKALAH
FASAKH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mandiri
Pada Mata Kuliah Fiqh Munakahat II

 DI SUSUN OLEH :
Erni Mei Yuni
NPM. 
Dosen : Dul Manan, S.Ag
JURUSAN SYARI’AH
ROGRAM STUDI SI AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH







SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) MA’ARIF
METRO-LAMPUNG
TAHUN 2013






BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pernikahan merupakan suatu tujuan awal untuk membangun rumah tangga. Setiap manusia selalu menginginkan kebahagiaan dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Tetapi kebahagiaan itu tidak dapat dicapai dengan mudah tanpa mematuhi peraturan-peraturan yang telah digariskan agama.
Setiap suami istri mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi satu sama lain, agar tidak terjadinya kehancuran dalam rumah tangga. Perkara hak dan kewajiban ini, sungguh banyak menimbulkan masalah ditengah-tengah rumah tangga
Peristiwa-peristiwa ini menimbulkan pengaduan-pengaduan istri kepada pengadilan agama untuk menyelesaikan perkaranya. Tegasnya tidak jarang pula yang meminta supaya perkawinannya diputuskan lewat jalan fasakh. Fasakh merupakan salah satu macam perceraian yang dibolehkan dalam syariat islam, tetapi apakah boleh atau tidak menurut hukum islam hakim memutuskan perkawinannya yang disebabkan alasan seperti diatas tadi dengan jalan fasakh?
1.2  Rumusan Masalah
a.       Apakah yang dimaksud dengan fasakh ?
b.      Bagaimana  pelaksanaan fasakh?
c.       Bagaimanakah akibat hukum dari fasakh?
1.3  Tujuan makalah
a.       Mengetahui pengertian fasakh
b.      Mengetahui pelaksanaan fasakh
c.       Dan mengetahui akibat hukum dari fasakh




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fasakh
            Fasakh menurut bahasa ialah seperti yang dikemukakan oleh Al-Abu Luwis Ma’lufi:Fasakh adalah perusakan pekerjaan atau akad”Menurut istilah syar’i Fasakh berarti: Fasakh akad (perkawinan ) adalah membatalkan akad perkawinan dan memutuskan tali perhubungan yang mengikat antara suami istri”.
Fasakh artinya putus atau batal. Yang dimaksud memfasakh akad nikah adalah memutuskan atau membatalkan ikatan hubungan antara suami dan istri. Fasakh bisa terjadi karena tidak terpenuhinya syarat-syarat ketika berlangsung akad nikah, atau karena hal-hal lain yang datang kemudian dan membatalkan kelangsungannya perkawinan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia fasakh adalah Hak pembatalan ikatan pernikahan oleh pengadilan agama berdasarkan dakwaan (tuntutan) istri atau suami yg dapat dibenarkan oleh pengadilan agama, atau karena pernikahan yang telah terlanjur menyalahi hukum pernikahan.
Dalam pengertian lain Fasakh berarti mencabut atau menghapus. Maksudnya ialah perceraian yang disebabkan oleh timbulnya hal-hal yang dianggap berat oleh keduanya sehingga mereka tidak sanggup untuk melaksanakan kehidupan suami istri dalam mencapai tujuannya. Dalam pokok dari hukum fasakh adalah seorang atau kedua suami istri merasa dirugikan oleh pihak yang lain dalam perkawinannya karena ia tidak memperoleh hak-hak yang ditentukan oleh syara’.
Dari tinjauan syari’at dan hikmahnya dapatlah kita cabut bahwa fasakh itu adalAh peluang atau jalan dan kesempatan bagi istri untuk memperoleh perceraian dari suaminya dengan jalan hukum. Dengan jalan demikian istri itu dapat memperoleh kebebasan untuk merubah penghidupannya dan memikirkan penderitaannya sendiri. Jadi fasakh itu bagi kaum wanita boleh dianggap sebagai imbalan yang ada ditangan laki-laki. Dan dengan demikian barulah syari’at islam benar-benar menciptakan keadilan dan persamaan.
Fasakh bisa terjadi karena tidak terpenuhi syarat-syarat ketika berlangsung akad nikah, atau karena hal-hal lain yang datang kemudian dan membatalkan kelangsungan perkawinan.
a. Fasakh karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi ketika akad nikah
1)      Setelah akad nikah, ternyata diketahui bahwa istri merupakan saudara sepupu atau saudara sesusuan pihak suami.
2)      Suami istri masih kecil, dan diadakannya akad nikah oleh selain ayahnya. Kemudian setelah dewasa ia berhak meneruskan ikatan perkawinannya dahulu atau mengakhirinya. Khiyar ini dinamakan khiyar baligh. Jika yang dipilih mengakhiri ikatan suami istri, maka hal ini disebut fasakh baligh.
b. Fasakh yang datang setelah akad
1)      Bila salah seorang suami istri murtad dan tidak mau kembali sama sekali, maka akadnya batal (fasakh) karna kemurtadan yang terjadi belakangan.
2)      Jika suami yang tadinya masuk islam, tetapi istri masih tetap dalam kekafiran yaitu tetap menjadi musyrik, maka akadnya batal (fasakh). Lain halnya kalau istri orang ahli kitab, maka akadnya tetap sah seperti semula. Sebab perkawinannya dengan ahli kitab dari semulanya dipandang sah.
Dalam hal ini dapat diuraikan alasan-alasan yang dapat diajukan salah satu pihak suami maupun istri dalam menuntut fasakh kepada hakim. Diantaranya yang dapat menyebabkan terjadinya fasakh terhadap suami maupun istri yaitu:
a. Cacad atau penyakit
Yang di maksud dengan cacad ialah cacad jasmani dan cacad rohani yang tidak dapat dihilangkan atau dapat dihilangkan tapi dalam waktu yang lama. Macam-macam penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya fasakh dintaranya:
1)      Karena ada balak (belang kulit)
2)      Karena gila
3)      Karena penyakit kusta
4)      Karena adanya penyakit menular (AIDS, SARS, Sipilis, TBC, dll)
5)      Karena ada daging tumbuh pada kemaluan perempuan yang menghambat maksud perkawinan (bersetubuh)
6)      Karena ’Anah (Zakar laki-laki impoten, tidak hidup untuk jima’). Misalnya cacad atau penyakit pada seorang suami sebagaimana dijelaskan oleh Al-Kaasaani Al-Hanafi bahwa:
Para ahli fikih berbeda pendapat tentang menjadikan cacad sebagai alasan untuk memfasakh perkawinan, Imam Ibnu Hazm berpendapat tidak membolehkan cacad sebagai alasan untuk memfasakh perkawinan, sedang kebanyakan ahli fikih membolehkan untuk menjadikan cacad sebagai alasan untuk bercerai, tetapi mereka berbeda pendapat tentang macam-macam cacad yang dapat dijadikan alasan itu.
Sahabat Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab menetapkan empat macam penyakit yang dapat dijadikan alasan untuk memfasakh perkawinan, yaitu lemah syahwat, gila, penyakit menular dan penyakit sopak. Demikian pula halnya Imam Hanafi, Imam Syafi’i dan Imam Maliki menyebutkan pula beberapa macam cacad itu yang dapat dijadikan alasan untuk fasakh.
b. Suami tidak sanggup memberi nafkah
Pernikahan antara sumi dan istri menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pihak yang satu terhadap pihak yang lain. Diantara kewajiban itu termasuk kewajiban suami memberi nafkah terhadap istrinya. Suami yang berkewajiban memberi nafkah itu adakalanya dia seorang yang mampu dan adakalanya dia seorang yang tidak mampu. Dalam hal suami yang tidak mampu memberi nafkah ini, Ibnu Ahmad Addardiri menerangkan bahwa:
 Istri mempunyai hak fasakh jika suami tidak mampu memberi nafkah…jika istri tidak mengetahui ketika akad tentang kemiskinan suaminya itu”.
Dalam hal ini sudah nyata suami tidak menunaikan sebagian kewajibannya terhadap istrinya, pada waktu istri tidak rela dan tidak sabar menghadapinya, maka pihak istri boleh mengajukan gugatan untuk minta fasakh terhadap suaminya kepengadilan.
c. Suami melakukan kekejaman
Apabila terjadi suami melakukan kekejaman atau penganiayaan kepada istrinya, sudah jelas bahwa tujuan perkawinan mereka tidak tercapai, dan rumah tangganya tidak akan aman sehingga hilanglah rasa kasih mengasihi, hormat-menghormati, seperti yang dianjurkan Allah SWT. Dalam arti kata mereka tidak sanggup menegakan hukum-hukum Allah yang berhubungan dengan kehidupan suami istri.
d. Suami meninggalkan tempat kediaman bersama
Apabila suami pergi dari tempat kediaman bersama, tidak diketahui kemana perginya, dan tidak diketahui hidup atau matinya, dalam hal ini istri boleh mengadukan halnya kepada hakim. Ini diatur dalam peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 pasal 19 huruf B yaitu: Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang shah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
e.Suami dihukum penjara
Diantara hak yang iberikan kepada istri untuk diminta cerai adalah apabila suami menjalani hukum penjara. Dalam hal ini peraturan pemerintah republik Indonesia No. 9 tahun 1975 pasal 19 huruf C berbunyi: salah satu pihak mendapat dukungan yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. Pasal ini menerangkan bahwa hukuman penjara dapat dijadikan alasan untuk meminta cerai.
Suami dihukum penjara dapat dijadikan alasan untuk minta fasakh ini, sebagian ulama mengemukakan alasannya: menurut malik dan ahmad menceraikan (pernikahan) karna suami dihukum penjara adalah sebab suami dihukum itu menimbulkan penderitaan bagi istri, karna terpisahnya antara suami dan istri.
2.2  Pelaksanaan Fasakh
Apabila terdapat hal-hal atau kondisi penyebab fasakh itu jelas, dan dibenarkan syara’, maka untuk menetapkan fasakh tidak diperlukan putusan pengadilan. Misalnya, terbukti bahwa suami istri masih saudara kandung, saudara susuan, dan sebagainya.
Akan tetapi, bila terjadi hal-hal seperti berikut, maka pelaksanaannya adalah:
1.      Jika suami tidak memberi nafkah bukan karena kemiskinannya sedang hakim telah pula memaksa dia untuk itu. Dalam hal ini hendaklah diadukan terlebih dahulu kepada pihak yang berwenang, seperti qadhi nikah di pengadilan agama supaya yang berwenang dapat menyelesaikannya sebagaimana mestinya, sebagaimana dijelaskan dalam suatu riwayat berikut:



Dari Umar R.A. bahwa ia pernah mengirim surat kepada pembesar-pembesar tentara tentang laki-laki yang telah jauh dari istri-istri mereka supaya pemimpin-pemimpin itu menangkap mereka, agar mereka mengirimkan nafkah atau menceraikan istrinya. Jika mereka telah menceraikannya hendaklah mereka kirim semua nafkah yang telah mereka tahan.
2.      Setelah hakim memberi janji kepada suami sekurang-kurangnya tiga hari mulai dari istri itu mengadu. Jika masa perjanjian itu telah habis, sedangkan sisuami tidak juga dapat menyelesaikannya, barulah si hakim memfasakhkan nikahnya. Atau dia sendiri yang memfasakhkan di muka hakim setelah diizinkan olehnya. Rasulullah SAW bersabda:



Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah Saw. Bersabda tentang laki-laki yang tidak memperoleh apa yang akan dinafkahkannya kepada istrinya, bolehlah keduanya bercerai. (HR. Darul Quthni dan Baihaqi ).
Di Indonesia, masalah pembatalan perkawinan diatur dalam kompilasi hukum islam (KHI) sebagai berikut:
1.      Seorang suami dan istri dapat mengajukan permohonan pembatalan pernikahan apabila pernikahan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum.
2.      Seorang suami dan istri dapat mengajukan permohonan pembatalan pernikahan apabila pada waktu berlangsungnya pernikahan penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri.
3.      Apabila ancaman telah berhenti, atau bersalah sanka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu enam bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isti, dan tidak mengajukan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan maka haknya gugur.


2.3  Akibat Hukum Fasakh
Pisahnya suami istri akibat fasakh berbeda dengan yang diakibatkan olehkan oleh talaq. Sebab talaq ada talaq ba’in dan talaq raj’i. Talaq raj’i tidak mengakhiri ikatan suami istri dengan seketika sedang talaq ba’in mengakhirinya seketika itu juga. Adapun fasakh, baik karena hal-hal yang datang belakangan ataupun karena adanya syarat-syarat yang tidak terpenuhi, maka ia mengakhiri ikatan pernikahan seketika itu.
Selain itu, pisahnya suami istri yang diakibatkan talaq dapat mengurangi bilangan talaq itu sendiri. Jika suami menalaq istrinya dengan talaq raj’i, kemudian kembali pada masa iddahnya atau akad lagi setelah habis masa iddahnya dengan akad baru, maka perbuatannya terhitung satu talaq, yang ia masih ada dua kali kesempatan dua talaq lagi. Sedangkan pisahnya suami istri karena fasakh, hal ini tidak berarti mengurangi bilangan talaq, meskipun terjadinya fasakh karena khiyar baligh, kemudian kedua suami istri tersebut menikah dengan akad baru lagi, maka suami tetap mempunyai kesempatan tiga kali talaq.
Ahli fiqh golongan Hanafi membuat rumusan umum untuk membedakan pengertian pisahnya suami istri. Sebab talaq dan sebab fasakh mereka berkata karena, ”Pisahnya suami istri karena suami, dan sama sekali tidak ada pengaruh istri disebut talaq”. Dan setiap perpisahan suami istri karena istri, bukan karena suami dan sama sekali tidak ada pengaruh istri disebut talaq. Dan setiap perpisahan suami istri karena istri, bukan karena suami, atau karena suami tetap dengan pengaruh dari istri disebut fasakh.

Mengenai masalah fasakh, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama. Imam Syafi’i berkata ” harus menungu selama tiga hari ”. Sedang Imam Maliki mengatakan, ”harus menunggu selama satu bulan”. Dan Imam Hambali mengaakan, ”harus menunggu selama satu tahun. Semua itu maksudnya adalah selama masa tersebut laki-laki boleh mengambil keputusan akan bercerai atau memberikan nafkah bila istri tidak rela lagi kalau si istri mau menunggu, dan ia rela rela dengan ada belanja dari suaminya, maka tidak perlu difasakhkan sebab nafkah itu adalah hakya.


Bunyi lafadz itu umpamanya: Aku fasakhkan nikahnya dari suamimu yang bernama:......bin...... pada hari ini. Kalau fasakh itu dilakukan oleh istri sendiri dimuka hakim, maka ia berkata: ”Aku fasakhkan nikahku dari suamiku yng bernama:.....bin..... pada hari ini.” Kalau suami hendak kembali kepadanya maka harus menikah lagi dengan akad yang baru. Sedang iddahnya sebagai iddah talaq biasa.
2.4  Hikmah Fasakh
a.       Mengelakkan isteri dianiayai dan disiksa oleh suami.
b.      Menunjukkan keadilan Allah kepada hambanya. Jika suami diberikan talak, isteri diberikan fasakh.
c.       Memberi peluang isteri berpisah dari suaminya dan memulai hidup baru.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari berbagai pengertian diatas, Fasakh dapat diartikan batal, putus, dalam suatu ikatan pernikahan antara suami dan istri. Batalnya pernikahan tersebut dapat disebabkan oleh salah satu dari keduanya, dari suami maupun istri.
Hal-hal yang dapat menyebabkan batalnya pernikahan, diantaranya yaitu:
1)      Adanya cacad atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, seperti AIDS, SARS, TBC, Sipilis, gila dll.
2)      Bila sisuami tidak mampu menafkahi isterinya.
3)      Bila sisuami di penjara
4)      Bila sisuami pergi dari rumah selama bertahun-tahun
5)      Bila sisuami atau isteri berzina
6)      Bila sisuami tidak mampu melaksanakan kewajibannya dalam bersetubuh (impoten)
7)      Bila salah seorang dari suami istri masuk Islam
8)       Bila salah seorang dari suami isteri Murtad (keluar agama Islam)
Apabila terdapat hal-hal atau kondisi penyebab fasakh itu jelas, dan dibenarkan syara’, maka untuk menetapkan fasakh tidak diperlukan putusan pengadilan. Misalnya, terbukti bahwa suami istri masih saudara kandung, saudara susuan, dan sebagainya. 
 Akan tetapi, bila terjadi hal-hal seperti berikut, maka pelaksanaannya adalah:
1)      Jika suami tidak memberi nafkah bukan karena kemiskinannya sedang hakim telah memaksa   untuk hal itu. Dalam hal ini hendaklah diadukan terlebih dahulu kepada pihak yang berwenang, seperti qadhi nikah di pengadilan agama supaya yang berwenang dapat menyelesaikannya
2)      Setelah hakim memberi janji kepada suami sekurang-kurangnya tiga hari mulai dari istri itu mengadu. Jika masa perjanjian itu telah habis, sedangkan sisuami tidak juga dapat menyelesaikannya, barulah si hakim memfasakhkan nikahnya
Yang diakibatkan oleh Fasakh itu berbeda dengan yang diakibatkan oleh Talaq . pada fasakh jika ada syarat-syarat yang tidak terpenuhi , maka ia mengakhiri pernikahan pada saat itu juga. Sedangkan pad Talaq Raj’i tidak mengakhiri ikatan pernikahan pada saat itu. Dan pada Talaq Ba’in mengakhirinya seketika itu juga

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Slamet dan Aminuddin. Fiqh Munakahat. Pustaka Setia. Bandungو 1999
Firdaweri. Hukum Islam tentang Fasakh Perkawinan. 1989. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya.
Ghazaly, Abdur Ranman. Fiqh Munakahat. 2003. Bogr: Kencana
Muchtar, Kamal. Asas-asas Hukum tentang Perkawinan. 1974 Jakarta: Bulan Bintang.